Pages

Selasa, 27 November 2012

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh...
Buat temen-temen semua yang bingung "punya banyak kertas bekas tapi ga tau mau di buang kemana?"

tenang aja, Rohis 7 Rawamangun siap ko buat nampung..
jadi, kalo temen-temen punya kertas bekas (yang udah ga ke pake), tolong kabarin ana ya..
:)

Cp :
(ikhwan) 083892237003
(akhwat) 089602806738


Selasa, 06 November 2012

Pengertian Aqidah



Secara etimologis (bahasa), aqidah berakar dari kata ‘aqada - ya’qidu –‘aqdan – ‘aqidatan. ‘aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menhadi ‘aqidah berarti keyakinan (Al Munawwir, 1984, hal 1023). Relevansi antara arti kata ‘aqdan dan ‘aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh didalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.

Secara termologis (istilah) terdapat definisi (ta’rif) antara lain :

Menurut Hasan Al-Banna dalam kitab Majmu’ah ar-Rasail:

اَلْعَقَائِدُ هِيَ اْلاُمُوْرُ الَّتِيْ يَجِبُ أَنْ يُصَدِّقَ ِبهَا قَلْبُكَ وَتَطْمَئِنَّ اَلَيْهَا نَفْسُكَ وَ تَكُوْنَ يَقِيْناً عِنْدَكَ لاَ يُمَازِجُهُ رَيْبٌ وَلاَ يُخَالِطُهُ شَكُّ.
“Aqaid (bentuk jamak dari aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib di yakini kebenaranya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikit pun dengan keragu-raguan”.

Menurut Abu bakar Jabir al-Jazairy dalam kitab Aqidah al-Mukmin:

اَلْعَقِيْدَةُ هِيَ مَجْمُوْعَةٌ مِنْ قَضَايَا اْلحَقَّ اْلبَدَهِيَّةِ اْلمُسَلَّمَةِ بِاْلعَقْلِ وَالَّسمْعِ وَاْلفِطْرَةِ يَعْقِدُ عَلَيْهَا اْلاِنْسَاُن قَلْبَهَا وَيُثْنِي عَلَيْهَا صَدْرَهُ جَازِمًا بِصِحَّتِهَا قَاطِعًا بِوُجُوْدِهَا وَثُبُوْتِهَا لاَ يُرَي خِلاَفُهَا أَنَّهُ يُصِحُّ اَنْ يَكُوْنَ أَبَداً.
“Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (aksioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan di dalam hati serta diyakini kesahihan dan keberadaanya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu”.


Untuk lebih memahami definisi diatas kita perlu mengemukakan beberapa catatan tambahan sebagai berikut:

1. Ilmu terbagi dua:

Pertama adalah ilmu dharuri yaitu Ilmu yang dihasilkan oleh indera, dan tidak memerlukan dalil. Misalnya apabila kita melihat tali di hadapan mata, kita tidak memerlukan lagi dalil atau bukti bahwa benda itu ada.

Kedua adalah ilmu nazhari yaitu. Ilmu yang memerlukan dalil atau pembuktian.
Misalnya ketiga sisi segitiga sama sisi mempunyai panjang yang sama, memerlukan dalil bagi orang-orang yang belum mengetahui teori itu. Di antara ilmu nazhari itu, ada hal-hal yang karena sudah sangat umum dan terkenal tidak memerlukan lagi dalil. Misalnya kalau sebuah roti dipotong sepertiganya maka yang du pertiganya tentu lebih banyak dari sepertiga, hal itu tentu sudah diketahui oleh umum bahkan anak kecil sekalipun. Hal seperti ini disebut badihiyah. Jadi badihiyah adalah segala sesuatu yang kebenarannya perlu dalil pemuktian, tetapi karena sudah sangat umum dan mendarah daging maka kebenaran itu tidak lagi perlu pembuktian.

2. Setiap manusia memiliki fitrah mengakui kebenaran (bertuhan), indera untuk mencari kebenaran, akal untuk menguji kebenaran dan memerlukan wahyu untuk menjadi pedoman menentukan mana yang benar dan mana yang tidak. Tentang Tuhan, musalnya, setiap manusia memiliki fitrah bertuhan, dengan indera dan akal dia bisa membuktikan adanya Tuhan, tetapi hanya wahyulah yang menunjukkan kepadanya siapa Tuhan yang sebenarnya.

3. Keyakinan tidak boleh bercampur sedikitpun dengan keraguan. Sebelum seseorang sampai ke tingkat yakin dia akan mengalami beberapa tahap.

Pertama: Syak. Yaitu sama kuat antara membenarkan sesuatu atau menolaknya.
Kedua: Zhan. Salah satu lebih kuat sedikit dari yang lainnya karena ada dalil yang menguatkannya.

Ketiga: Ghalabatu al-Zhan: cenderung labih menguatkan salah satu karena sudah meyakini dalil kebenarannya. Keyakinan yang sudah sampai ke tingkat ilmu inilah yang disebut dengan aqidah.

4. Aqidah harus mendatangkan ketentraman jiwa. Artinya lahirnya seseorang bisa saja pura-pura meyakini sesuatu, akan tetapi hal itu tidak akan mendatangkan ketenangan jiwa, karena dia harus melaksanakan sesuatu yang berlawanan dengan keyakinannya.

5. Bila seseorang sudah meyakini suatu kebenaran, dia harus menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu. Artinya seseorang tidak akan bisa meyakini sekaligus dua hal yang bertentangan.

6. Tingkat keyakinan (aqidah) seseorang tergantung kepada tingkat pemahaman terhadap dalil. Misalnya:

- Seseorang akan meyakini adanya negara Sudan bila dia mendapat informasi tentang Negara tersebut dari seseorang yang dikenal tidak pernah bohong.

- Keyakinan itu akan bertambah apabila dia mendapatkan informasi yang sama dari beberapa orang lain, namun tidak tertutup kemungkinan dia akan meragukan kebenaran informasi itu apabila ada syubhat (dalil-dalil yang menolak informasi tersebut).

- Bila dia menyaksikan foto Sudan, bertambahlah keyakinannya, sehingga kemungkinan untuk ragu semakin kecil.

- Apabila dia pergi menyaksikan sendiri negeri tersebut keyakinanya semakin bertambah, dan segala keraguannya akan hilang, bahkan dia tidak mungkin ragu lagi, serta tidak akan mengubah pendiriannya sekalipun semua orang menolaknya.

- Apabila dia jalan-jalan di negeri Sudan tersebut dan memperhatikan situasi kondisinya bertambahlah pengalaman dan pengetahuanya tentang negeri yang diyakininya itu.

Dalam pengertian lain aqidah berarti pemikiran menyeluruh tentang alam, manusia, dan kehidupan, dan tentang apa-apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia, serta hubungan kehidupan dengan apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia.
Pemikiran menyeluruh inilah yang dapat menguraikan ‘uqdah al-kubra’ (permasalahan besar) pada diri manusia, yang muncul dari pertanyaan-pertanyaan; siapa yang menciptakan alam semesta dari ketiadaannya? Untuk apa semua itu diciptakan? Dan ke mana semua itu akan kembali (berakhir)? 

Senin, 05 November 2012

Ayo Belajar Akidah


Suatu ilmu atau pengetahuan pasti mempunyai mempunyai tahapan-tahapan dalam mempelajarinya, dan kita harus sesuai urutan tahapan tersebut. karena apabila kita tak sesuai dengan urutan, maka akan mengalami masalah dalam mempelajarinya. Sebagai contoh, kita semua tahu bahwa belajar matimatika itu di mulai dari mengenal angka, setelah itu kita dapat melakukan operasi matimatika seperti pertambahan, pengurangan dsb. Begitu pula dengan bahasa Indonesia, kita harus mengenal dan paham semua huruf alphabet dari A-Z. baru setelah itu kita bisa membaca sebuah tulisan.

Dalam memepelajari islam, kita harus dimulai yang dasar. Tentu dalam hal ini kita terlebih dahulu mempelajari akidah. Karena ini merupakan dasar dalam islam. Rasulullah pun tidak tanggung-tangung, selama 13 tahun beliau mengajarkan akidah kepada para sahabat di mekkah. Karena betapa pentingnya akidah ini. kalau di ibaratkan, akidah sebagai pondasi suatu bangunan. Tentu apabila pondasinya bagus, meskipun ada gempa, bangunan itu akan berdiri kokoh, tapi apabila pondasi saja sudah rusak, maka pada saat pembangunan pun akan roboh.

Selain itu apabila kita sudah memiliki akidah yang bersih dan kuat, maka kita akan cepat merespon segala perintah dan larangan Allah kepada kita. Sebagai contoh pada saat semua para wanita diwajibkan menutup aurat, maka pada saat itu juga mereka mencari apapun yang bisa menutupi auratnya, sama halnya ketika dilarangnya khamr, maka pada saat itu juga semua khamr yang dimilki dibuang begitu saja, tanpa berpikir lagi. Itu semua karena mereka mempunyai akidah yang kokoh dan bersih.

Inilah yang jadi permasalah kita sekarang, banyak yang mempelajari akidah hanya sekedar  tahu dan sepotong-potong, tidak memahaminya secara keseluruhan.  Oleh karena itu marilah kita berupaya untuk bisa memahami akidah secara sempurna, agar kita bisa menjadi orang yang bertakwa, karena orang bertakwalah yang paling mulia di sisi Allah.
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13)

Mari kita berusahana memahami akidah ini dengan cara mempelajarinya secara serius dan tuntas. Kita dapat membaca buku-buku tentang akidah, tentu dari pengarang yang sudah faham tentang akidah,  Dan sebaiknya kita mencari guru atau ikut kajian – kajian ilmu tentang akidah. (a) 
            
Wallahu a’lam